Logo Matahari Sakti

PT MATAHARI SAKTI

jumbotron image

TANTANGAN BUDIDAYA LELE DI INDONESIA

14 Juli 2023 15:34

    Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi sangat penting untuk mencapai ketahanan pangan. Jika kebutuhan pangan tidak terpenuhi, maka keseimbangan akan goyang dan guncang sehingga mengakibatkan kerentanan pangan. Sejarah mencatat bahwa pangan menjadi salah satu pemicu konflik atau permusuhan. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan akan pangan merupakan keniscayaan dalam membangun sebuah peradaban.

 

    Saat ini, jumlah penduduk di dunia mengalami peningkatan, hal ini juga terjadi di Indonesia, bahkan penduduk di Indonesia merupakan salah satu penduduk terbesar di dunia, dengan jumlah kurang lebih 250 juta orang. Di sisi lain, penyempitan hutan, lahan produksi pangan, baik perikanan, pertanian dan peternakan semakin menjadi-jadi, dan hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesi. Konsekuensi daripada itu adalah produksi bahan pangan di Indonesia semakin hari semakin berkurang, dan akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan pangan nasional.

 

    Dampak dari kekurangan pasokan pangan tersebut, menyerang beberapa penduduk di Indonesia yang mengalami gizi buruk sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan menimbulkan beberapa penyakit, khususnya busung lapar. Hal ini merupakan suatu kejadian yang ironis, dimana Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah, gemah ripah loh jinawi.

 

    Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan atau lebih tepatnya menjaga ketahanan pangan haruslah seimbang, khususnya dari segi nutrisi maupun gizinya. Untuk itu, salah satu faktor penting dalam menjaga keseimbangan nutrisi adalah komponen penyusun bahan pangan tersebut, seperti protein, asam amino, lemak maupun asam lemaknya. Salah satu sumber dan bahan pangannya adalah ikan. Kenapa ikan? Karena ikan adalah bahan pangan yang kaya akan nutrisi, khususnya sumber protein (asam-asam amino) dan lemak (khususnya asam lemak omega-3, baik EPA maupun DHA).

 

    Tentunya, sumber dan bahan pangan dari ikan sangatlah baik bagi manusia, namun karena sebagian besar penduduknya masih tergolong menengah ke bawah, harga ikanlah menjadi sangat penting. Oleh karena itu, salah satu bahan pangan dari ikan yang cocok dan tepat adalah ikan lele.  Lele merupakan bahan pangan yang merakyat, dimana hampir setiap lapisan masyarakat menyukainya dan menjadi favorit di atas piring.

 

    Kemudian apa yang menjadikan lele sebagai bahan pangan yang ekonomis? Apa karena lele adalah ikan dengan gizi rendah? Tidak, ataukah daging lele tidak enak rasanya? Juga tidak. Beberapa penelitian melaporkan bahwa daging ikan lele memiliki nutrisi yang cukup tinggi, dengan kandungan protein sebesari 15-20% dan lele menyimpan asam-asam lemak yang dibutuhkan untuk perkembangan dan menjaga kesehatan, karena terdapat asam lemak omega-3. Berdasarkan temuan di lapangan menunjukkan bahwa orang yang tidak suka lele hanya karena bentuk dan habitat hidupnya. Sebagian besar karena terbawa suasana zaman dahulu kala atau bukan zaman now seperti saat ini, yang mana dahulu kala lele banyak terdapat pada lingkungan perairan yang menjijikan, tapi itu tempo dulu. Sekarang, sangat istimewa cara budidaya lele di Indonesia, bahkan saking larisnya, produksi lele secara nasional tahun 2016 sebesar 873.716 ton.

 

    Dari data tersebut menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan produksi lele terbesar, sampai-sampai beberapa kejadian dilaporkan bahwa beribu-ribu berceceran di jalan tol Jakarta, bahkan pada saat musim hujan dan banjir-pun tiba keberadaan lele begitu mempesona untuk ditangkap dan dipancing bagi warga yang dilanda banjir.

 

    Dengan semangat pembangunan dan penguatan ketahanan pangan nasional, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membangun Indonesia dari pinggir atau perbatasan dengan lele. Kenapa lele? Karena lele menjanjikan dan menggiurkan bagi masyarakat di perbatasan, sesuai nama panggilanya “Bahan Pangan yang Merakyat”. Inisisasi pembangunan perbatasan dengan budidaya lele adalah bentuk dari ikhtiar panjang pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan pada akhirnya tercapailah kedaulatan pangan.

 

    Budidaya lele di Indonesia memiliki cerita panjang, yang membutuhkan kreativitas dan inovasi tersendiri. Alhasil, mulai dari beredarnya nama-nama jenis lele, seperti lele Dumbo, Sangkuriang, Masamo, dan Mutiara. Selain itu, sistem budidaya, dari sistem budidaya tradisional, semi-flok, bioflok, sikulasi air, dan akuponik. Namun demikian, apakah budidaya lele di Indonesia saat ini sudah mencapai titik optimumnya? Tentu saja tidak, dan tidak ada kata akhir sampai kiamat-pun datang. Kenapa demikian? Karena tantangan-tantangan budidaya lele di Indonesia semakin bertambah hari semakin luar biasa. Dan berikut ini merupakan tantangan-tantangan yang muncul dan harus segera diselesaikan, diantaranya adalah:

 

1.  Pemilihan Benih dan Induk lele

    Benih dan induk merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan, artinya jika kualitas induk lemah atau penyakitan, maka benih yang dihasilkan akan lemah dan mudah terserang penyakit. Oleh sebab itu, Induk dan benih mejadi kunci utama dalam melakukan budidaya lele. Kasus yang umum terjadi di masyarakat adalah tidak ada pergantian induk lele setiap 2 tahun sekali. Pasalnya Unit Pembenihan Rakyat (UPR) belum memiliki kemampuan untuk mengganti indukan tersebut. Pembudidaya hanya memijahkan induk yang lama kelamaan hasil perkawinannya menyebabkan terjadi backcross (perkawinan silang) sehingga kualitas keturuanan lele menjadi relatif menurun. Selain itu, banyak pembenihan yang berkembang di masyarakat belum sepenuhnya menerapkan CPIB  (Cara Pembenihan Ikan yang Baik). Dalam penerapan CPIB ada 4 Aspek yang harus diperhatikan yaitu aspek teknis, aspek manajemen, aspek keamanan pangan dan aspek lingkungan.

 

2.  Proses Pembesaran Lele

    Jika induk dan benih lele mempunyai kualitas dan dapat ditelusur jenisnya, maka langkah berikutnya adalah bagaimana melakukan proses pembesaran lele hingga ukuran konsumsi, yang umum di tengah masayarakat adalah size 8-10, artinya 1 kg lele berisi 8-10 ekor. Pada proses pembesaran lele, sesuai arahan pemerintah, pembudidaya ikan perlu menerapkan konsep CBIB atau Cara Budidaya Ikan yang Baik. CBIB merupakan sebuah konsep bagaimana memelihara ikan, agar ikan yang kita pelihara nantinya memiliki kualitas yang baik dan meningkatkan daya saing produk yaitu bebas kontaminasi bahan kimia maupun biologi dan aman untuk dikonsumsi. Disamping itu konsep CBIB juga menolong kita agar dalam proses pemeliharaan ikan menjadi lebih efektif, efisien, memperkecil resiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelangggan, menjamin kesempatan eksport dan ramah lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 02/MEN/2007. Sama halnya penerapan CPIB, dalam penerapan CBIB ada 4 faktor yang harus diperhatikan yaitu aspek teknis, aspek manajemen, aspek keamanan pangan dan aspek lingkungan. Aspek teknis meliputi kelayakan lokasi dan sumber air, kelayakan fasilitas, proses produksi dan penerapan biosecurity. Penerapan biosecurity adalah sebuah upaya agar tempat budidaya tidak terkontaminasi zat-zat atau organisme berbahaya yang dapat mengganggu proses pemeliharaan. Aspek manajemen meliputi struktur organisasi dan manajemen serta pengolahan data untuk dokumentasi dan rekaman. Aspek keamanan pangan merupakan sebuah ketentuan bahwa dalam memelihara ikan tidak boleh menggunakan obat-obatan/bahan kimia/biologi yang dilarang yang bisa menyebabkan residu termasuk antibiotik. Aspek lingkungan adalah sebuah jaminan bahwa kegiatan budidaya ikan kita tidak mencemari lingkungan sekitar. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara mengendapkan air buangan dari proses budidaya ikan kita dalam sebuah bak sebelum dibuang ke perairan umum.

 

3. Kebutuhan Pakan

    Pakan merupakan nutrisi untuk pertumbuhan ikan, yang umum mengandung protein, lemak, serat, karbohidrat, dan abu (mineral). Pakan yang baik untuk pekembangan dan pertumbuhan lele menjadi kunci utama dalam melakukan usaha pembesaran ikan lele. Pakan tersebut, umunya diperoleh dari pabrikan pakan karena formulasi yang diproduksi sesuai dengan kebutuhan ikan lele. Sebaliknya, beberapa pembudidaya ikan menggunakan pakan alami atau meracik sendiri pakan dengan bahan baku ikan rucah ataupun pakan dengan protein rendah yang diolah kembali dengan melakukan proses fermentasi. Bahkan, mohon maaf ada beberapa pembudidaya lele yang menggunakan bangkai ayam ataupun sisa-sisa limbah dari kotoran ayam dijadikan sebagai pakan, mengingat biaya operasional penggunaan pakan sangat tinggi, namun hal itu berdampak negatif dan membuat citra lele menjadi produk pangan yang kurang baik. Oleh karena itu, pemakaian pakan dianjurkan menggunaan pakan jenis pelet yang diproduksi oleh perusahaan pakan yang kompatibel dan sudah berpengalaman di industri pakan, salah satunya adalah PT. Matahari Sakti atau yang lebih dikenal dengan MS. MS memproduksi pakan ikan lele dengan merek andalannya adalah LP dari brand Prima Feed. Pakan tersebut sudah teruji di pasaran, dan bahkan menjadi favorit para pembudidaya lele di Indonesia. Hasil survei perusahaan melaporkan bahwa pakan lele yang paling digemari para pembudidaya lele adalah LP. Maka ini membuktikan bahwa pakan LP sangat mendukung produktivitas lele, dan juga ramah lingkungan, sehingga pemakaian LP sesuai dengan standar CBIB.

 

4. Aspek Pemasaran

    Satu hal yang menjadi ujung tombak dari usaha pembenihan dan pembesaran lele adalah aspek pemasaran. Pemasaran ini sangat menentukan harga dan nilai tawar lele di masyarakat, yang terpenting adalah dapat menentukan pendapatan bagi pembudidaya lele, sehingga kesejahteraan pembudidaya lele dapat tercapai. Namun faktanya, harga lele tidak beranjak naik walaupun kualitas lele yang dihasilkan oleh pembudidaya lele sangat baik. Umumnya harga lele yang dibeli di lokasi budidaya hanya berkisar Rp 14,000 hingga Rp 18,000 saja perkilogram-nya. Sebaliknya, harga yang dipakai tengkulak atau pun pedagang lele untuk menjualnya di pasaran mencapai Rp 24.000 hingga Rp 28.000 perkilogram-nya. Alhasil selisihnya cukup tinggi. Perlu dicatat bahwa biaya oprasional pembudiaya lele bisa mencapai 80-90%, adapun keuntungannya 10-20% saja. Untuk itu, perlu adanya pengelolaan pasar yang baik oleh pemerintah untuk mendongkrak harga jual lele. Dengan adanya campur tangan pemerintah dalam membuat kebijakan harga dasar penjualan lele akan memberikan gairah pembudidaya lele di Indonesia. Dari  penjelasan tersebut, memberikan gambaran tentang bagaimana menghadapai munculnya tantangan-tantangan dalam meningkatkan produksi pangan nasional melalui budidaya lele di Indonesia, yang mana saat ini menjadi unggulan program pemerintah dalam menjaga pemenuhan gizi masyarakat, khususnya pembagunan daerah perbatasan melalui program budidaya lele. Sehingga capaian ketahanan pangan dan keamanan pangan atau bahkan kedaulan pangan dapat tercapai dengan baik.

 

Share

    PT. MATAHARI SAKTI © 2023